PPDB di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) tidak lagi menjadi kewenangan sekolah. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, proses PPDB menjadi kewenangan pemerintah daerah setempat.
Yaitu dengan melibatkan pihak sekolah sebagai perantara yang membantu proses pendaftaran online oleh siswa yang ingin mengikuti pendidikan di jenjang ini. Ketua SMA Negeri 4 Ambon Laurens Makatipu mengatakan, proses penerimaan siswa baru berjalan sesuai dengan empat jalur yang ditetapkan dalam Permendagri. Jadi jika ternyata ada yang tidak berjalan sesuai keinginannya, itu bukan tanggung jawab pihak sekolah.
“Jadi sekolah hanya membantu siswa untuk mendaftar, sekolah membantu memeriksa dokumen yang diserahkan siswa, sehingga melalui aplikasi resmi memantau dokumen siswa,” kata Makatibo kepada radio berita ambon melalui ponsel, Selasa (29/6).
Makatibo menjelaskan, proses penilaian dan penuntutan siswa yang layak masuk sekolah melalui empat jalur yang dituangkan dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021, yaitu zonasi, pengukuhan, pengalihan tugas orang tua/wali, dan prestasi.
Karena sekolah tidak bertanggung jawab atas proses penerimaan, sekolah hanya bertugas membantu proses pendaftaran. “Kami membantu mahasiswa karena ini merupakan implementasi awal PPDB terintegrasi secara terpusat, jadi kami membantu proses pendaftarannya,” ujarnya.
Disebutkan mengenai keberatan yang mungkin dirasakan pihak sekolah karena tugas dan tanggung jawabnya sudah diambil alih oleh Dinas Pendidikan (Dindik), Makatipu tidak masalah karena ini instruksi langsung dari pusat.
“Saat ini kami mendukung program dari pusat sesuai ketentuan Mendikbud sebagai bukti kemajuan di Maluku. Kemudian dinas juga bisa mengontrol PPDB,” imbuhnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi terkait kebijakan dan keberlanjutannya, Kepala Dinas Pendidikan Maluku Insun Sangadji tidak menjawab telepon. Demikian pula, pesan WhatsApp Sangadji menolak untuk dibalas.
Salah satu orang tua, yang tidak mau disebutkan namanya di surat kabar, menyatakan kekecewaannya dengan kebijakan tersebut.
Pria berusia 45 tahun itu menyayangkan kebijakan baru tersebut. Orang tua siswa kedua tidak menyangka bahwa sistem baru akan membebani siswa dan orang tua mereka. “Belum pernah seperti ini sebelumnya, jadi saya kecewa karena divisi ini seharusnya dekat. Anak saya juga tidak bisa sekolah, nilainya bagus, dan saya kecewa.”