Sekilas info tentang Gunung Batur, Gunung Batur merupakan gunung berapi aktif di Pulau Bali, dan telah tercatat meletus berkali-kali. Terakhir kali meletus adalah pada tahun 2004, letusan terbesar terjadi pada tahun 1926, yang menghancurkan desa Batur dan Pura Ulun Danu dengan laharnya yang panas. Selain sejarah letusan yang cukup parah, Gunung Batur mempertahankan sejuta pesona keindahannya. Tidak hanya perjalanan sunrise trekking untuk pecinta petualangan seperti saya, tetapi juga air alami dari Toya Bungkah yang panas, yang bisa saya nikmati sambil menyaksikan pemandangan Danau Batur setelah lelah mendaki.
Setelah persiapan selesai, Saya bersama 3 teman saya meninggalkan Kuta pukul 11:30 malam, dengan peralatan ransel, dua botol air 1,5 liter di sisi kiri dan kanan ransel. Saya membawa cukup banyak air sebagai bekal selama perjalanan. Perjalanan ke Kintamani berlangsung sekitar 2 jam, dengan 2 motor dan 4 pendaki amatir dengan antusiasme dalam kegelapan malam di daerah Batur, Kintamani. Sepanjang jalan saya merasa sendirian, karena sudah sangat larut, hanya sesekali kami melewati kendaraan bermotor ke arah yang berlawanan.
Setelah mencari informasi tentang Gunung Batur untuk mengisi waktu, saya menemukan beberapa artikel blog dan beberapa peta yang saya pikir merupakan titik awal aktifitas mount batur sunrise trekking, yakni Pura Jati Toya Bungkah. Setelah itu, kami segera melanjutkan perjalanan dengan berbekal informasi tersebut.
Pos pendakian awal ternyata terletak di dekat pura Jati Toya Bungkah. Setelah itu saya sadar, jika ternyata kami benar-benar tersesat. Untung saja kami berhasil menemukan jalan yang tepat. Untuk masuk ke kawasan mount Batur trekking anda akan dikenakan biaya pendakian sebesar Rp. 10.000 per orang.
Jadi untuk 4 orang totalnya adalah Rp. 40.000,. Selain itu, mereka juga menawarkan kepada kita pemandu untuk menemani pendakian dengan harga 50.000 per orang. Jadi untuk 4 orang kami membayar Rp. 200.000. Sebenarnya, ini cukup murah, tetapi berdasarkan rencana yang telah kami susun, kami hanya membawa sedikit uang tunai, jadi saya terpaksa mengatakan bahwa saya sudah tahu jalannya, meskipun saya tidak tahu. Dengan seru-seruan, kami pun mendaki dengan mengandalkan peruntungan.
Masalah arah dan rute tidak terlalu signifikan, hanya saja kami cuma memiliki pencahayaan yang seadanya (ponsel, senter kecepatan rendah). Jalur yang kami lalui juga penuh dengan batu jadi sedikit menyusahkan. Kami secara otomatis harus sangat berhati-hati, terutama salah satu teman saya yang memakai sandal jepit untuk mendaki Gunung Batur. GILA! teman saya gila, lebih gila dari saya.
Selagi masih dalam trekking, tanpa disadari, ternyata langit sudah mulai menyala, yang berarti fajar semakin dekat. Saya mempercepat ritme pendakian untuk mencapai puncak sebelum matahari terbit, dan hasilnya adalah kram di kedua kaki saya. Namun akhirnya saya selamat sampai ke puncaknya tepat setelah matahari terbit. Kelelahan hilang dengan segera dengan pemandangan indah dari puncak Gunung Batur.
Salah satu yang unik di puncak Gunung Batur, yaitu, ada warung-warung yang menjual makanan berupa mie matang, nasi dan telur. Meski harganya kurang manusiawi menurut saya. Harga mie yang dimasak adalah Rp. 15.000, jika Anda membeli di supermarket Anda bisa mendapatkan sepuluh biji itu! Tapi setelah perjalanan selama beberapa jam mendaki Gunung Batur, tentu saja cacing-cacing dalam perut menjadi ganas, hasilnya saya memesan 1 porsi penuh masih di tambah pula dengan seporsi nasi, total semuanya jadi Rp 20.000,-.
Buat anda yang punya uang lebih bisa coba turun ke tempat pemandian toya bungkah, di mana anda bisa mandi air panas dari danau kaldera gunung Batur.